Artikel

Air Tanah Tiada, Anak Cucu Merana

 Hari Air Dunia (HAD) ke 30
22 Maret 2022
Air Tanah, Menjadikan yang Tak Terlihat, Terlihat.

 

Air Tanah Tiada, Anak Cucu Merana

Hari Air Dunia (HAD) merupakan salah satu hari internasional yang dideklarasikan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang diperingati setiap tanggal 22 Maret. Penetapan HAD didasarkan pada Resolusi PBB pada Sidang Umum PBB tanggal 22 Desember 1992 dan dimulai tahun 1993 di setiap negara anggota PBB.

Tema HAD Dunia Tahun 2022 adalah Air Tanah, Menjadikan yang Tak Terlihat, Terlihat. Kemudian tema HAD Indonesia Tahun 2022 adalah MANTAB – Melestarikan Air Tanah agar Berkesinambungan.

Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air yang turun ke bumi sebagai air hujan sebagian besar akan mengalir di permukaan tanah sebagai air permukaan (sungai, danau, rawa). Sebagian air hujan juga meresap ke dalam tanah menjadi air tanah. Selain itu, air tanah merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbarui, namun memerlukan waktu yang sangat lama untuk pembentukannya, bisa mencapai puluhan bahkan ratusan tahun.

Seberapa pentingkah air tanah?. Sangat penting. Air yang berasal dari dalam tanah bermanfaat sebagai sumber air bagi flora, fauna, dan manusia. Bagi manusia, air tanah dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari (mandi, minum, mencuci, dan lainnya). Fakta menunjukkan air tanah menjadi sumber air minum bagi sekitar 2,5 miliar manusia, lebih dari 40 persen air irigasi dan sepertiga kebutuhan industri (SIWI, 2022).  Intinya air sumber kehidupan.

Tema HAD kali ini sangat tepat jika dikaitkan dengan kondisi air tanah Jakarta yang sudah dalam keadaan kritis. Apa yang terjadi?.

Pertama. Pengambilan air tanah yang tidak terkendali melampaui kemampuan ketersediaan air tanah sehingga berdampak pada menurunnya kualitas dan kuantitas sumber air. Akibatnya terjadi krisis air tanah di beberapa lokasi di Jakarta.

Baca Juga:  ‘Water for Peace’ - World Water Day 2024 campaign launches

Fakta ini didukung oleh hasil pemantauan Balai Konservasi Air Tanah, Badan Geologi Kementerian ESDM (2015) yang menunjukkan 80 persen air tanah pada akuifer dangkal tidak memenuhi standar baku mutu air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/VI/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Sementara air tanah pada akuifer dangkal masih menjadi andalan sebagian masyarakat kalangan menengah bawah Jakarta dalam pemenuhan kebutuhan air untuk minum dan Mandi Cuci Kakus (MCK). Sedangkan pada akuifer dalam, sekitar 85 persen kualitas air tanahnya tidak memenuhi standar baku mutu air minum. Jika dikonsumsi, air yang tercemar dapat membahayakan kesehatan masyarakat bahkan menyebabkan kematian.

Kedua. Air tanah berada di pori-pori batuan yang setelah airnya dipompa ke permukaan menjadi kosong yang mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah. Kekosongan ini kemudian dapat digantikan oleh air laut. Selain itu, penurunan muka air tanah akan berkontribusi terhadap penurunan muka tanah Jakarta.

Berdasar peta zona kerusakan air tanah pada Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta pada tahun 2013 dan tahun 2018, penurunan tanah di Jakarta terjadi dengan kecepatan beragam, tetapi secara umum bagian  utara lebih cepat daripada sisi selatan dengan rata-rata penurunan muka tanah sekitar 7 cm per tahun. Beberapa lokasi dapat mencapai 25 cm per tahun. Tidak salah jika beberapa pihak memperkirakan Jakarta akan tenggelam dalam waktu dekat.

Tentu saja Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berpangku tangan. Sebagaimana diketahui bahwa pada peta zona konservasi air tanah Jakarta, beberapa wilayah di ibukota merupakan zona kritis, rawan, bahkan rusak, sehingga dibutuhkan upaya untuk memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah. Salah satu upaya terkini dalam pengendalian pemanfaatan air tanah adalah melalui konsep zona bebas air tanah, yaitu zona tanpa pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan pertimbangan kemampuan kondisi akuifer atau peta zonasi konservasi air tanah, dan dukungan jaringan air bersih perpipaan.

Baca Juga:  Mengenal Sampah Organik dan Manfaatnya untuk Lingkungan

Hal ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah yang intinya mengatur pemanfaatan air tanah bagi setiap pemilik/pengelola bangunan di Zona Bebas Air Tanah, dengan luas lantai 5.000 meter persegi atau lebih dan/atau jumlah lantai 8 atau lebih, berupa pelarangan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah kecuali untuk kegiatan dewatering. Setelah aturan berlaku pada 1 Agustus 2023, seluruh bangunan yang masuk dalam kriteria tersebut diwajibkan menggunakan sumber alternatif pengganti Air Tanah. Pemilik/pengelola bangunan gedung yang melanggar aturan akan dikenakan sanksi administratif.

Upaya konservasi air tanah bukan urusan pemerintah semata. Dibutuhkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat. Peran aktif dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kualitas dan kuantitas sumber air tanah juga dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air tanah di masa mendatang.

Selain itu, salah satu bentuk upaya mengurangi pemanfaatan air tanah Jakarta adalah dengan menggunakan air minum perpipaan seoptimal mungkin.  Walaupun saat ini disadari bahwa belum semua masyarakat terlayani air minum perpipaan, namun sudah ada perluasan jaringan air minum untuk dapat melayani masyarakat di DKI Jakarta.

Selain air tanah, memanen air hujan dan mengolah air sungai juga dapat dijadikan alternatif. Untuk itu, upaya seperti membuat sumur resapan dan menjaga kebersihan sungai dari sampah dan limbah kimia perlu lebih digalakkan dan memerlukan dukungan masyarakat serta pelaku usaha. Selain tentunya, masyarakat dapat berperan menjadi pengguna air yang bijak. Mari lestarikan Air Tanah untuk masa depan kota Jakarta (OM).

Konten Terkait

Baca juga
Close
Back to top button