Berita

BRIN Peringatkan Dampak Buruk Pengambilan Air Tanah Berlebihan

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan masyarakat tentang korelasi antara pengambilan air tanah berlebihan dan dampak buruknya terhadap lingkungan, khususnya dalam hal penurunan tanah atau land subsidence.

Menurut Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Dwi Sarah, penurunan muka tanah memiliki hubungan dengan banjir rob di kawasan pesisir karena peningkatan muka air laut yang terus terjadi setiap tahun.

“Penurunan tanah bisa disebabkan oleh faktor alami atau antropogenik, terutama karena pengambilan fluida dari bawah permukaan,” ungkapnya dalam sebuah diskusi tentang kebencanaan geologi di Jakarta.

Sarah menjelaskan bahwa di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura), penurunan muka tanah seringkali diabaikan karena terjadi dalam skala sentimeter. Namun, meski tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat, dampaknya sangat signifikan.

“Kondisi bawah permukaan yang terdiri dari endapan muda yang rentan terhadap konsolidasi, baik secara alami maupun karena aktivitas manusia seperti pengambilan air tanah atau beban bangunan, dapat menyebabkan penurunan dengan laju hingga mencapai 10 sentimeter per tahun,” tambahnya.

Sementara itu, kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim terjadi sekitar 3-10 milimeter per tahun.

Sarah menekankan bahwa kombinasi antara penurunan tanah dan kenaikan muka air laut menyebabkan banjir rob menjadi masalah yang tidak terhindarkan bagi masyarakat di Pantura. Selain itu, penurunan tanah juga mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur dan rumah warga.

“Fenomena ini juga meningkatkan risiko bangunan menjadi miring dan mengakibatkan kerugian ekonomi,” katanya.

Penduduk di daerah pesisir yang mengalami penurunan tanah harus berhadapan dengan banjir rob secara rutin dan bahkan harus secara berkala meninggikan bangunan mereka agar tidak tenggelam.

“Penurunan muka tanah merupakan bahaya yang dapat berujung pada bencana. Contohnya adalah banjir di Demak yang menyebabkan 21 ribu warga mengungsi, kejadian ini paling banyak terjadi di awal tahun 2024,” ujar Sarah.

Baca Juga:  Kalsel dan KLHK Berkomitmen Sukseskan Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan

“Demak merupakan salah satu daerah yang mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikan,” tambahnya.

BRIN saat ini sedang aktif melakukan riset mandiri dan berkolaborasi untuk meneliti masalah penurunan tanah yang merupakan masalah multi dimensi, baik dari sisi lingkungan maupun sosial-ekonomi.

Sumber: https://www.antaranews.com/berita/3965916/brin-paparkan-dampak-buruk-pengambilan-air-tanah-berlebihan

Konten Terkait

Back to top button