Dampak Proyek IKN di Palu: Warga Terserang ISPA dan Hasil Tangkapan Ikan Menurun
Aktivitas tambang pasir, batu, dan kerikil di Palu, Sulawesi Tengah, untuk mendukung proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, telah menyebabkan warga menderita penyakit pernapasan dan berkurangnya hasil tangkapan ikan nelayan di perairan sekitar.
Penambangan material ini berlangsung di sepanjang pesisir Kota Palu hingga Kabupaten Donggala, menyebabkan bukit-bukit gundul dan polusi udara yang parah. Salah satu daerah terdampak adalah Kelurahan Buluri, di mana debu hitam menutupi permukiman warga.
Bidaya, warga Buluri, mengalami dampak langsung dengan cucunya yang berusia dua minggu menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Intensitas debu yang tinggi memaksa Bidaya dan penduduk lainnya menghirup udara yang tidak sehat, menyebabkan banyak warga mengalami ISPA.
Anak Bidaya, Amil Safar, yang bekerja di perusahaan tambang, juga menderita batuk berdarah akibat menghirup debu. Meskipun demikian, Amil tetap bekerja karena ia adalah tulang punggung keluarga.
Pengukuran kualitas udara oleh Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Lore Lindu Bariri menunjukkan peningkatan partikel debu halus PM2.5 yang mencapai 69 µgram/m3, jauh di atas ambang batas sehat 15 µgram/m3. Peningkatan ini memicu penyakit jantung, paru-paru, bronkitis, ISPA, dan asma.
Dokter Spesialis Paru, dr. Efriadi Ismail, menyatakan bahwa polusi udara dari tambang sangat berdampak negatif terhadap kesehatan, terutama pada pekerja tambang dan masyarakat sekitar. Partikel debu halus dapat menyebabkan peradangan saluran pernapasan, khususnya pada individu rentan seperti bayi, balita, ibu hamil, dan lanjut usia.
Data otoritas kesehatan menunjukkan peningkatan penderita ISPA di tiga kelurahan lingkar tambang: Buluri, Tipo, dan Watusampu. Dari Januari hingga April 2024, terdapat 461 kasus ISPA, naik signifikan dari 171 kasus pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, Kepala Dinas Kesehatan Palu, Rochmat J. Moenawar, menegaskan bahwa perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan penyebab ISPA, meskipun debu adalah penyebab umum.
Selain masalah kesehatan, aktivitas tambang juga berdampak pada mata pencaharian nelayan. Yongga, nelayan Buluri, menyatakan bahwa tangkapan ikan menurun drastis karena reklamasi pantai dan kerusakan habitat ikan.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menyatakan bahwa pemindahan ibu kota membawa dampak ekonomi bagi Sulawesi Tengah. Namun, Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang (ASPETA) Sulteng, Kamil Badrun, menyebutkan bahwa Palu dan Donggala bukan satu-satunya pemasok material ke IKN.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Moh Taufik, mengkritik bahwa aktivitas tambang yang masif merusak lingkungan, kesehatan, dan ekonomi warga. Gunung-gunung yang gundul akibat tambang bisa memicu banjir dan tanah longsor.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng menyatakan bahwa pengelolaan tambang yang buruk merusak lingkungan dan menyebabkan polusi udara parah di Palu.
Menanggapi keluhan ini, pemerintah daerah dan perusahaan tambang sepakat untuk menyiram area tambang dan jalur pengangkutan material secara rutin, serta memasang sprinkler dan melakukan penghijauan. Ketua ASPETA Sulteng menegaskan komitmen perusahaan tambang untuk mengelola pertambangan secara ramah lingkungan dan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin terhadap warga.
Kesimpulan: Aktivitas tambang untuk proyek IKN di Palu menyebabkan peningkatan kasus ISPA dan menurunnya hasil tangkapan ikan nelayan. Warga dan lingkungan mengalami dampak negatif signifikan, mendorong desakan untuk tindakan dari pemerintah dan perusahaan tambang.
sumber :