Fasilitas Pengolah Sampah Pasar Niten Bantul Mulai Dioperasikan
Pemerintah Kabupaten Bantul telah memulai operasional Intermediate Treatment Facility (ITF) di Pasar Niten, Bantul. ITF ini, dengan kapasitas lima ton, dirancang untuk memproses sampah organik maupun non-organik, mengubahnya menjadi komoditas bernilai sambil mengatasi masalah sampah pasar.
Abdul Halim Muslih, Bupati Bantul, menyatakan komitmen kabupaten dalam mencapai pencapaian penting dalam pengelolaan sampah. Bantul bercita-cita menjadi bebas sampah pada tahun 2025. “Hari ini, kami secara resmi meresmikan ITF di Pasar Niten, yang mampu memproses sampah organik dan non-organik. Sampah organik akan diubah menjadi kompos, sedangkan sampah non-organik akan diubah menjadi RDF (Refuse Derived Fuel),” ujar Halim dalam konferensi pers di Pasar Niten, Bantul, pada hari Selasa (27/2/2024).
RDF, atau bahan bakar yang berasal dari sampah, menjalani proses pengeringan untuk mengurangi kadar airnya menjadi kurang dari 25%, kemudian meningkatkan nilai kalorinya setelah dihancurkan menjadi ukuran seragam 2-10 cm. Oleh karena itu, RDF sering diibaratkan sebagai keripik sampah.
“Kompos akan diserap oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bantul, mengingat ITF di Pasar Niten memiliki kapasitas lima ton,” tambahnya.
Halim juga menyebut upaya yang sedang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul untuk mendirikan Integrated Waste Treatment Facilities (TPST) di Modalan, Banguntapan, dengan kapasitas 50 ton, dan di Argodadi, Sedayu, dengan kapasitas sekitar 40 ton. Selain itu, persiapan juga dilakukan untuk mendirikan fasilitas pengolahan sampah plastik di Bawuran (Pleret), yang ditujukan untuk menghasilkan panel-panel yang akan diekspor.
“Upaya hari ini oleh pemerintah lokal ditujukan untuk mengelola sekitar 170 ton sampah yang dihasilkan setiap hari,” Halim menegaskan.
Setelah semua TPST di Bantul beroperasi penuh, Halim memvisualisasikan kemungkinan Bantul mengolah sampah dari luar daerah. Ia melihat peningkatan jumlah TPST sebagai industri baru di Bantul yang dapat mendorong perekonomian lokal.
“Kami melihat TPST di Bantul sebagai industri, bukan tempat pembuangan sampah. Sampah telah menjadi sumber daya ekonomi baru, menghasilkan sumber pendapatan. RDF dibeli oleh Cilacap, sedangkan kompos akan dibeli oleh Dinas Pertanian untuk kebutuhan kompos tanaman hortikultura,” jelasnya.
Rudy Suharta, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup di Badan Lingkungan Hidup Bantul, menjelaskan secara detail cara kerja ITF di Pasar Niten. Dia menjelaskan bahwa ITF terdiri dari unit pemilahan sampah dan 12 rotary killer untuk mengolah sampah organik menjadi kompos.
“Dalam teknisnya, sampah pasar masuk ke mesin dan masuk ke bagian pemilahan manual. Di sini, sampah yang memiliki nilai komersial, seperti botol plastik, dipilah,” terangnya.
Dia menjelaskan lebih lanjut: “Sampah kemudian masuk ke mesin pemilah, yang memisahkan plastik dari sampah organik. Plastik kemudian dipadatkan dan disiapkan untuk dijual.”
Sampah organik yang masuk ke rotary killer diberi perlakuan aktivator EM4. Dalam waktu lima hari, sampah organik ini akan berubah menjadi kompos. Rotary killer secara otomatis berputar setiap 12 jam, dengan operasional ITF dimulai pada siang hari.
“ITF ini menghasilkan residu sampah yang hampir tidak ada,” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa keberadaan ITF di Pasar Niten bertujuan untuk menyelesaikan masalah sampah di pasar tersebut. Mengingat sampah pasar harian di Bantul mencapai sekitar 15 ton, sementara ITF di Pasar Niten memiliki kapasitas lima ton, upaya difokuskan pada penanganan sampah pasar terlebih dahulu.
“Sementara kami menangani sampah pasar terlebih dahulu, mengingat potensi sampah pasar di Bantul mencapai 15 ton per hari, saat ini kami mampu mengelola 5 ton setiap hari,” tutup Rudy.
Sumber:
https://www.detik.com/jogja/berita/d-7214190/fasilitas-pengolah-sampah-pasar-niten-bantul-mulai-dioperasikan