Inovasi BRIN dalam Membersihkan Polutan Radioaktif Cs-137 Melalui Fitoremediasi
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan pengembangan metode fitoremediasi sebagai solusi untuk mengatasi kontaminasi Sesium-137 (Cs-137), sebuah unsur radioaktif yang tercipta dari reaksi fisi nuklir dan dikenal akan kemampuannya yang mudah larut dalam air. Menurut Gustri Nurliati, Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Teknologi Bahan Nuklir dan Limbah Radioaktif BRIN, metode ini direncanakan sebagai pendekatan ramah lingkungan dan ekonomis dalam membersihkan polutan dari lingkungan.
Cs-137, dengan waktu paruh 30 tahun, dapat menyebabkan kontaminasi berbahaya bagi manusia selama lebih dari satu generasi, menurut informasi dari Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) AS. Zat ini tidak hanya menimbulkan risiko kesehatan melalui paparan radiasi, tetapi juga melalui penyebarannya dalam air yang memungkinkannya masuk ke dalam rantai makanan.
Mengenal Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan teknik remediasi yang menggunakan tanaman untuk mengurangi, membersihkan, atau menghilangkan polutan berbahaya, seperti logam berat dan senyawa beracun dari tanah atau air. Kelebihan metode ini termasuk biaya yang relatif rendah, keberlanjutan, peningkatan estetika lingkungan, dan minimnya risiko pencemaran lebih lanjut.
Studi Kasus BRIN pada Cs-137
Penelitian BRIN telah mengeksplorasi penggunaan berbagai tanaman dalam proses fitoremediasi untuk mengatasi kontaminasi Cs-137. Tanaman-tanaman seperti sorgum, akar wangi, bayam duri, dan sengon telah digunakan untuk studi kontaminan sesium non-radioaktif. Sementara itu, jagung, bayam, kangkung, cabai, tomat, pare, sawi hijau, terong, dan daun singkong telah diuji untuk remediasi kontaminan sesium radioaktif, dengan bayam menunjukkan efisiensi tertinggi dalam transfer faktor Cs-137.
Prinsip Dasar Fitoremediasi
Metode ini beroperasi melalui empat mekanisme utama: ekstraksi, volatisasi, degradasi, dan imobilisasi. Ekstraksi melibatkan penyerapan dan translokasi kontaminan ke seluruh bagian tanaman. Volatisasi mengubah kontaminan menjadi bentuk yang kurang toksik yang kemudian dilepaskan ke atmosfer. Degradasi berfokus pada penguraian kontaminan organik menjadi karbondioksida dan air, sedangkan imobilisasi memastikan kontaminan tetap terikat pada akar tanaman, mencegah penyebarannya.
Langkah Selanjutnya
Menurut Gustri, pemilihan tanaman untuk fitoremediasi harus didasarkan pada analisis mendalam mengenai jenis kontaminan, kondisi lingkungan, dan karakteristik tanaman itu sendiri, termasuk toleransi terhadap stres abiotik. Proses pemantauan dan evaluasi kontinu juga esensial untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan dari inisiatif remediasi ini.
Inovasi BRIN dalam mengembangkan metode fitoremediasi untuk membersihkan lingkungan dari kontaminasi Cs-137 menawarkan harapan baru dalam penanganan limbah radioaktif. Melalui pendekatan yang berfokus pada keberlanjutan dan minimnya dampak negatif terhadap lingkungan, metode ini berpotensi menjadi solusi utama dalam remediasi kontaminan radioaktif di masa yang akan datang.
sumber :
https://lestari.kompas.com/read/2024/04/03/060000986/atasi-pencemaran-radioaktif-brin-kembangkan-metode-pembersihan-lewat-tanaman?page=all#page2