KLHK Minta Pemerintah Lampung Cabut Aturan Bakar Lahan Tebu
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah meminta Pemerintah Provinsi Lampung untuk segera mencabut peraturan yang memungkinkan panen tebu dengan cara membakar, karena kebijakan tersebut merugikan masyarakat dan negara secara langsung. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani, mengkritik Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 yang memfasilitasi panen tebu melalui pembakaran karena menghambat upaya Indonesia mencapai target FOLU Net Sink 2030.
“Praktik memanen tebu dengan membakar menimbulkan dampak yang sangat serius, mulai dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, gangguan kesehatan masyarakat, hingga menghambat komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim,” ujar Rasio dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, pada hari Senin.
Kegiatan panen dengan membakar yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan tebu di Lampung difasilitasi dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu, yang kemudian diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023.
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 membatasi pembakaran maksimal 10 hektare dengan waktu pembakaran maksimal 20 menit. Pada musim kemarau, pembakaran hanya dapat dilakukan pagi hari, sedangkan pada musim hujan dapat dilakukan pagi dan malam hari. Regulasi ini juga mengharuskan adanya persiapan pembakaran terkendali dengan memposisikan alat baku ukur mutu udara.
Namun, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 menambahkan klausul yang memungkinkan pembakaran dilakukan secara bersamaan setelah pembatasan 10 hektare dan menghapus pertimbangan cuaca karena dianggap tidak menentu akibat pemanasan global. Alat baku ukur mutu udara yang diwajibkan dalam regulasi tahun 2020 juga dihapus.
“Peraturan tersebut telah menguntungkan perusahaan karena mereka memanen dengan biaya murah melalui praktik pembakaran,” kata Rasio.
Lebih lanjut, Rasio menyampaikan bahwa Menteri LHK pernah menyurati Gubernur Lampung untuk mencabut aturan daerah tersebut, namun imbauan itu tidak digubris. KLHK bersama masyarakat kemudian menempuh upaya hukum uji materiil ke Mahkamah Agung. Permohonan keberatan hak uji materiil ini dikabulkan oleh Majelis Hakim Agung dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1P/HUM/2024 yang menyatakan bahwa Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 bertentangan dengan tujuh peraturan yang lebih tinggi, di antaranya Undang-Undang Perkebunan, Undang-Undang Lingkungan Hidup, dan Peraturan Menteri Pertanian tentang pembukaan lahan perkebunan tanpa membakar.
“Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup untuk menyiapkan langkah hukum lebih lanjut,” kata Rasio.
Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi KLHK, Ardyanto Nugroho, mengatakan bahwa pemantauan titik api di Lampung menunjukkan beberapa perkebunan tebu terindikasi kebakaran, termasuk PT Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT Indo Lampung Perkasa (ILP). Pada tahun 2021, luas lahan yang dibakar di perusahaan SIL dan ILP mencapai 5.469 hektare, sedangkan pada tahun 2023 luas lahan yang terbakar mencapai 14.492 hektare.
“Putusan Mahkamah Agung atas uji materiil menunjukkan bahwa panen dengan cara bakar adalah ilegal,” kata Ardy.