Penjelasan Kepala BMKG tentang Suhu Panas di Indonesia
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa cuaca panas yang melanda Indonesia akhir-akhir ini bukan disebabkan oleh gelombang panas (heatwave), melainkan suhu panas biasa. Hal ini disampaikan Dwikorita dalam siaran pers beberapa hari lalu.
Dwikorita menyebutkan bahwa saat ini gelombang panas memang terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand, yang mengalami suhu maksimum mencapai 52°C, dan Kamboja, yang mencatat suhu tertinggi dalam 170 tahun terakhir sebesar 43°C. Namun, di Indonesia, fenomena ini tidak terjadi.
Menurut BMKG, suhu panas di Indonesia tidak memenuhi karakteristik dan indikator statistik untuk dikategorikan sebagai gelombang panas. Dwikorita menjelaskan bahwa kondisi maritim di sekitar Indonesia, dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan, menyebabkan adanya pergerakan udara ke atas. Hal ini menciptakan penyanggaan atau buffer terhadap kenaikan suhu ekstrem, dengan hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik.
Dwikorita juga menambahkan bahwa suhu panas yang dirasakan saat ini disebabkan oleh pemanasan permukaan akibat berkurangnya pembentukan awan dan curah hujan. Kondisi ini umum terjadi pada periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
“Periode peralihan ini umumnya ditandai dengan pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan pesat yang meningkatkan suhu udara, kemudian hujan pada siang menjelang sore atau sore menjelang malam,” kata Dwikorita.
Pada malam hari, kondisi gerah juga dapat terjadi jika langit masih tertutup awan dengan suhu dan kelembaban udara yang tinggi. Namun, udara akan berangsur-angsur mendingin kembali jika hujan mulai turun.
Dengan penjelasan ini, Dwikorita menegaskan bahwa cuaca panas yang dirasakan masyarakat Indonesia saat ini adalah hal yang biasa terjadi pada periode peralihan musim, bukan fenomena gelombang panas yang ekstrem seperti yang dialami negara-negara lain di Asia.