Rangkuman Eksekutif
Supriadi Legino
Inisiatif Energi Kerakyatan bisa menjadi mitigasi risiko bagi program pemerintah untuk melistriki seluruh desa dan mencapai 100 persen rasio kelistrikan nasional dan sasaran bauran energi terbarukan 23% pada tahun 2025. Gagasan Energi Kerakyatan yang menggunakan energi masa hayati termasuk sampah kota tersebut, menekankan agar masyarakat setempat dapat membuat dan mengelola energi tanpa ketergantungan kepada pihak asing sehingga membuka peluang usaha dan menyerap tenaga kerja dari rakyat setempat.
Potensi energi dari masa hayati tahunan yang bersumber dari lima kategori sampah tersebut bisa mencapai sekitar 1.900 juta ton yang dapat menjadi substitusi konsumsi sekitar 183 juta ton batu bara dan 59 juta liter BBM. Potensi tersebut setara dengan sekitar 375 ribu GWH yang dapat digunakan untuk membangkitkan sekitar 42 ribu MW beban dasar. Potensi tersebut baru dihitung berdasarkan pemanfaatan 10% residu daun ranting hutan , 20% penanaman lahan kritis, 10 juta Ha lahan pertanian, 20% sampah daun ranting pertamanan, serta sampah yang berasal dari separuh penduduk Indonesia.
Nilai perputaran ekonomi dari produk sampah dan residu masa hayati tersebut bisa mencapai 390 milyar rupiah per tahun untuk usaha briket dan sekitar 320 milyar rupiah dari transaksi energi listrik dan energi termal. Disamping itu nilai TKDN dari peralatan Energi kerakyatan juga mencapai sekitar 90 persen dengan nilai sekitar 2 triliun rupiah. Kegiatan tersebut memberikan dampak positip dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 38 juta orang.
Perputaran ekonomi tersebut dapat tercapai bila pemerintah menetapkan kebijakan mewajibkan penggunaan bio coal sebagai substitusi BBM dan batu bara dan menetapkan patokan harga briket/pellet sebagai pendapatan utama pengusaha UMKM yang berkisar antara Rp 500,- sampai Rp 1.170,- tergantung dari besarnya upah dan ada atau tidaknya bantuan jasa olah sampah dari pemerintah.
Energi Kerakyatan juga memberikan kontribusi terhadap pengurangan gas rumah kaca atau Green House Gasses (GHG) dengan besaran sekitar 5.500 ton setara karbon setiap tahun. Apabila dikapitalisasi dengan nilai 1 USD/ton karbon saja, maka nilai kapitalisasi dari kelestarian lingkungan ini bisa mencapai 78 triliun rupiah per tahun.
Dengan potensi tersebut, apabila pemerintah menjadikan energi kerakyatan sebagai program nasional, maka target 23 persen bauran energi terbarukan dapat dicapai dengan cepat karena pembangunan unit instalasinya kurang dari setahun dan bisa dilakukan secara simultan gotong royong di setiap desa. Karena bahan bakar Energi Kerakyatan bisa dibuat oleh rakyat sendiri, maka seluruh pelosok tanah air termasuk pulau pulau terluar dapat menikmati listrik mandiri secara cepat. Dari sisi aspek makro ekonomi, kebijakan energi kerakyatan secara nasional akan mengurangi penggunaan devisa untuk impor gas dan BBM serta pinjaman dana asing untuk membangun instalasi listrik yang biasanya sarat dengan barang import.