Sejarah Singkat DML
Amanat Pendiri Utama DML (Profesor Emil Salim)
Angin Perubahan
Dua ratus tahun lalu meletus revolusi di Inggris. Orang tidak lagi terikat pada energi alam, tetapi sudah bisa berproduksi dengan energi “buatan” manusia. Lalu sumber daya alam diubah. Teknologi menjadi faktor produksi, dan faktor produksi diubah. Ekonomi menjadi barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Tapi dunia berputar terus, sehingga roda produksi perlu berputar terus pula. Kalau tidak, pabrik kurang ‘gawe’ dan buruh terpaksa dihentikan. Apabila semula produksi adalah untuk konsumsi, maka kini berbalik menjadi konsumsi untuk produksi. Lalu iklan mendorong orang membutuhkan barang. Nafsu membeli dikobarkan, rasa membutuhkan barang dirangsang terus, sehingga keinginan berkonsumsi mencuat ke atas. Selanjutnya konsumsi menarik produksi, lalu produksi menyedot sumber daya alam.
Lalu lahir masalah lingkungan. Sumber daya alam disedot, tinggal bopengan di muka bumi. Alam dikuras habis-habisan. Produksi berhasil, dan keuntungan masuk kantong. Tapi kerusakan alam tidak termasuk perhitungan biaya produksi. Alam adalah gratis, tidak ada yang punya, kecuali Tuhan Maha Pencipta. Tapi siapa ingat kepada Tuhan jika orang sibuk berproduksi dan berkonsumsi?
Produksi tidak hanya menghasilkan barang berguna, tetapi juga hasil sampingan tidak berguna. Sampah, limbah, pencemaran adalah hasil sampingan proses produksi. Lalu hasil sampingan yang tidak bisa dijual dibuang ke alam. Mengapa? Karena alam itu gratis. Tidak ada sertifikat pemilikan untuk udara, laut, sungai, air, tanah, suara, aroma, dan cahaya. Karena itu, tidak ada yang dirugikan jika sampah, limbah, dan cemaran dibuang ke udara, laut, sungai atau tanah. Kalau pun ada ongkos kelak, ini tidak termasuk ongkos perusahaan. Mungkin ada ongkos di luar perusahaan yang dipikul masyarakat. Ini bukan tanggungjawab perusahaan. Produsen sudah bayar pajak kepada Pemerintah, sehingga kewajibannya kepada masyarakat sudah lunas. Masalah di luar pabrik, bukan urusan produsen, selama tidak menghasilkan uang.
Lalu Pemerintah ambil langkah. Tarik garis. Perusahaan berada di sana, Pemerintah berada di sini. Antara sana dan sini ada ketegangan. Kalau ada pencemaran, sana pikul tanggungjawab. Maka lahir hukum P3 (Polluter Pays Principle). Siapa mencemarkan, harus membayar.
Lantas lahir suasana main kucing-kucingan. Jika sini mengawasi ketat, maka sana tunduk peraturan. Jika sini lengah, maka sana memanfaatkan situasi, dan peraturan tidak digubris.
Tiba-tiba peristiwa “Johnson and Johnson” terungkap. Obatnya bercampur racun. Konsumen heboh, citra perusahaan goncang. Tiba-tiba “Dow Chemicals” digugat veteran Perang Vietnam, karena kesiraman “Agent Orange”, bahan kimia beracun. Tiba-tiba pabrik “Union Carbide” di Bhopal membawa bencana, ribuan orang mati, puluhan ribu sakit mata dan ratusan ribu menderita kesedihan.
Di manakah garis pemisah antara sana dan sini? Siapakah memikul tanggung jawab jika keadaan menjadi begini? Di manakah “das Moral”, itu perasaan yang disebut tanggungjawab moral?
Angin perubahan perlu meniup di hati sanubari kita semua. Polusi, pencemaran, dan lingkungan umumnya tidak mengenal garis pemisah “sana-sini”. Gas beracun pabrik Bhopal tidak membedakan orang Pemerintah atau orang perusahaan. Gas yang mencemarkan tidak pilih bulu. Mematikan bagi siapa saja. Karena itu, ikhtiar mencegah pencemaran berarti (i) meningkatkan citra perusahaan, (ii) memantulkan rasa tanggungjawab moral perusahaan, dan (iii) memancarkan kehangatan serta kemanusiawian.
Angin perubahan sudah meniup di tanah air kita. Pada tahun 1983 beberapa pemuka masyarakat berkumpul dan sepakat untuk berbuat sesuatu menyelamatkan lingkungan. Mereka berjabat tangan dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), suatu forum kerjasama ratusan lembaga swadaya masyarakat (Lembaga Swadaya Mayarakat/LSM, organisasi non- Pemerintah) yang aktif bergerak mengembangkan lingkungan atas kehendak dan prakarsa sendiri.
Mereka membentuk Dana Mitra Lingkungan (DML). Mereka ingin meniupkan angin perubahan melalui DML. Meniupkan angin lingkungan. Agar kita semua menjadi mitra lingkungan, ya orang Pemerintah, ya orang perusahaan, ya orang perbankan, ya siapa saja.Meniupkan angin kemanusiaan, agar usaha lingkungan berkembang bukan untuk orang-seorang, bukan untuk kelompok atau golongan, tapi untuk seluruh umat manusia. Meniupkan angin kehidupan, agar lingkungan lebih berkembang, mendukung hidup yang lebih berkualitas serta yang lebih layak untuk dihidupi. Semoga berkat DML angin perubahan semakin menderu.
Sirih Kami, Sirih Kita
Selembar sirih, dan tetesan air yang terus mengalir menjadi lambang Dana Mitra Lingkungan (DML). Diperkirakan sekitar 400 juta manusia, atau sepersepuluh penduduk dunia, adalah insan pengunyah sirih. Sirih (Piper betle L.), tanaman merambat yang tingginya bisa mencapai 15 m dan berasal dari kawasan Asia Tropika dan Afrika Timur itu, tergolong keluarga Peperaceae –sekeluarga dengan lada.
Mulanya tumbuh di hutan tropika dataran rendah, sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut, tanaman ini kemudian dibudidayakan. Sirih tumbuh baik di tanah berlempung berat, dan membutuhkan naungan atau lindungan dari matahari dan angin.
Masyarakat Indonesia, mulai dari ujung timur di Irian Jaya hingga ujung barat di Aceh, mengenal sirih. Bagi penduduk Kampung Ormu di pesisir utara Irian Jaya –yang pernah memenangkan “Hadiah Kalpataru” di tahun 1983– tanaman sirih-pinang merupakan komoditi pokok untuk memperoleh penghasilan.
Di Bali, sirih merupakan bagian penting dari persembahan yang harus senantiasa ada. Setiap ragam persembahan terdiri dari tiga unsur: sirih, pinang dan kapur. Di Jawa Timur dan Jawa Tengah, upacara perkawinan ditandai oleh upacara lempar sirih di antara kedua mempelai.
Di Jawa Barat, sirih-pinang diserahkan kepada mertua oleh si menantu untuk melambangkan bersatunya dua keluarga.
Hampir di seluruh Indonesia, sajian sirih dan pinang menjadi pembuka suatu kegiatan dan perhelatan. Di Sumba, pembicaraan belum terasa akrab jika tamu tidak mengunyah sirih yang dihidangkan. Bagian besar Nusantara mencatat bahwa untuk menyambut seseorang yang dihormati, diadakan upacara penyerahan sirih dan pinang di cerana. Dari Sumatera dimasyarakatkan ungkapan “Sekapur Sirih” untuk mengawali setiap upaya komunikasi.
Selain menjadi berbagai lambang kehidupan, sirih juga memiliki khasiat praktis. Kebiasaan mengunyah sirih oleh masyarakat pedesaan Indonesia adalah antara lain untuk menyegarkan mulut, bahkan kepustakaan menyatakan bahwa sirih bersifat stimulans dan penenang. Namun kebanyakan orang sepakat bahwa kebiasaan mengunyah sirih membantu memperkuat gigi.
Sirih tidak mengandung alkoloida, namun memiliki kandungan zat gula dan fenol, yang bersifat membunuh kuman. Karena itu, sirih digunakan dalam ramuan obat-obatan. Daunnya yang terasa pedas disebabkan oleh kandungan minyak atsirinya. Sirih juga kaya vitamin B dan vitamin C.
Pada tempatnyalah, bahwa sirih yang secara tradisional dikenal luas di Indonesia, dijadikan lambang DML. Bersama tetesan air yang setelah menyejukkan dan menghidupi daun, terus menetes ke haribaan bumi, menyejukkan dan menghidupi lingkungan yang lebih luas.
Dana Mitra Lingkungan atau (DML) (Friends of the Environmental Fund) didirikan pada tahun 1983 dari gagasan beberapa tokoh masyarakat dan pengusaha. DML menyediakan sebuah forum bagi industriawan Indonesia untuk mendalami akibat dari kegiatan operasional mereka terhadap Lingkungan dari kegiatan operasional mereka dan mencari solusi terhadap tantangan yang sulit dari pembangunan yang ramah lingkungan. Walaupun ada beberapa pendekatan untuk mendapatkan solusi, pendekatan DML yang mengambil jalan tengah berupaya untuk mensosialisasikan metode-metode yang ramah Lingkungan dan dapat memperbaiki kinerja sebuah perusahaan selain juga meningkatkan taraf hidup.
DML mengambil posisi di tengah karena para pemrakarsanya mengerti kompleksitas dari perekonomian dunia disamping masalah pelestarian Lingkungan. Misi DML adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan Lingkungan melalui dukungan dunia usaha. Dukungan dunia usaha juga sangat penting terhadap tujuan DML dalam menciptakan keseimbangan antara pelestarian Lingkungan dengan pembangunan negara.
DML secara kontinyu mengangkat masalah polusi udara, pembuangan sampah dan air sungai yang terpolusi yang dipakai oleh jutaan orang sebagai tempat pembuangan dan tempat mandi. Para ahli dan mitra DML bekerjasama erat dengan instansi setempat, masyarakat umum dan industri untuk mempermudah pertumbuhan berbagai usulan yang praktis dan dapat diandalkan serta yang dapat menunjukkan upaya bisnis pendaur-ulangan yang berkelanjutan, dan hubungan antara pencegahan polusi dan peningkatan produktivitas.
Wilayah Kerja
Wilayah kerja DML meliputi semua wilayah Indonesia dan Asia Tenggara.
Jaringan Kerja
DML pernah menjadi pusat jaringan kerja dalam penyaluran dana bantuan perusahaan untuk pembangunan dan pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan. Jaringan kerja ini terdiri dari Pemerintah, Perusahaan dan LSM.
Jenis Layanan
DML berkontribusi terhadap meningkatnya kesadaran, pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan serta memengaruhi proses pengambilan kebijakan dalam pembangunan lingkungan di Indonesia.Layanan (produk) yang pernah dihasilkan antara lain adalah buku, policy brief, konferensi, seminar, modul.
Pada awal berdirinya, DML menetapkan diri sebagai pusat sumber pendanaan bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam membangun dan memperbaiki lingkungan di Indonesia. Akan tetapi setelah pemerintah menerapkan kebijakan kewajiban tanggungjawab sosal (Coorporate Social Responsblity/CSR) bagi setiap perusahaan secara mandiri melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, DML berevolusi peran menjadi “penghubung“ bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mengakses pendanaan pembangunan dan pemeliharaan lingkungan. Selain itu, DML juga menetapkan diri sebagai penghubung(HUB) antara LSM, Pemerintah dan Swasta.
Jenis layanan atau produk DML mencakup penelitian, penguatan kapasitas, advokasi berbasis bukti, pendampingan, publikasi, pengembangan media alternatif, horizontal learning dan sebagainya.